spjnews.id |TULUNGAGUNG – Sidang perkara perdata tambang ilegal yang menyeret nama showroom K-Cunk Motor, selebritas media sosial yang kini berhadapan dengan hukum, seharusnya menjadi panggung awal bagi penegakan keadilan lingkungan. Namun, panggung itu justru kosong. Senin, 16 September 2025, ruang sidang Pengadilan Negeri Tulungagung hanya menyisakan tanya: mengapa kuasa hukum datang tanpa kesiapan?
Administrasi yang Cacat, Keadilan yang Tertunda
Majelis hakim menunda sidang hingga 30 September mendatang. Alasannya sederhana namun fatal: surat kuasa dari kuasa hukum tergugat II, UD K-Cunk Motor, ditolak karena tidak sesuai prosedur. Sebuah kelalaian yang tidak hanya mencederai profesionalisme, tetapi juga memberi kesan bahwa hukum bisa dipermainkan oleh ketidaktelitian.
Dalam perkara nomor 86/Pdt.Sus-LH/2025/PN Tlg, empat pihak tergugat: Suryono Hadi Pranoto, UD K-Cunk Motor, Kepala Desa Nglampir, dan Kepala Desa Keboireng. Gugatan dilayangkan oleh Lush Green Indonesia (LGI) melalui Hariyanto, dengan kuasa hukum Dwi Indro Tito Cahyono dari Kantor Hukum Yustitia Indonesia.
Tambang diduga Ilegal: Ketika Tanah Air Dijarah, Rakyat Terpinggirkan
Kasus ini bukan sekadar sengketa tanah. Ini adalah soal hak rakyat atas lingkungan yang sehat dan lestari. Dugaan bahwa tanah urug untuk pembangunan showroom berasal dari tambang ilegal, diperkuat oleh penelusuran LGI terhadap alur perizinan dan sumber material.
Dwi Indro menyitir konstitusi: “Bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat.” Maka, jika rakyat justru dirugikan, penambangan itu bukan pembangunan — melainkan perampokan atas hak hidup.
Yang membuat perkara ini semakin kompleks adalah dugaan keterlibatan dua kepala desa. Ada yang memberi rekomendasi, ada yang menyediakan lahan, ada pula yang menerima tanah urug. Semua berkontribusi dalam lingkaran dugaan pelanggaran hukum.
Namun, Kepala Desa Keboireng, Supirin, membantah keras. Ia mengaku tak tahu-menahu dan tidak mengenal K-Cunk secara pribadi. Pernyataan yang, jika benar, menunjukkan betapa mudahnya nama pejabat desa terseret dalam pusaran tambang ilegal.
Kuasa Hukum yang Tergelincir: Simbol Ketidaksiapan atau Strategi?
Ironi terbesar hari itu bukan pada tertundanya sidang, melainkan pada ketidaksiapan kuasa hukum tergugat. Surat kuasa yang ditolak hakim adalah simbol bahwa dalam perkara sebesar ini, ketelitian adalah harga mati. Ketika kuasa hukum tergelincir di ambang keadilan, publik patut bertanya: apakah ini kelalaian, atau strategi untuk mengulur waktu?
LSM GMBI: Pantang Mundur, Mengawal Kebenaran
Asep Yumarwoko dari LSM GMBI menegaskan komitmennya: “Sekali melangkah ke depan, pantang mundur.” LSM ini terus mengawal kasus hingga tuntas, membawa harapan bahwa suara rakyat dan lingkungan tidak akan tenggelam di tengah hiruk-pikuk kekuasaan dan kapital.
berita ini bukan sekadar laporan. Ia adalah seruan moral: bahwa hukum bukan hanya soal pasal, tapi soal nurani. Ketika bumi dijarah dan rakyat dirugikan, maka diam adalah pengkhianatan. Dan ketika kuasa hukum datang tanpa kesiapan, itu bukan sekadar kesalahan — itu adalah pengabaian terhadap martabat keadilan.
( Mualimin/ SPJ News.id )









