Foto : Bupati Jombang saat berikan jaminan kesehatan kepada atlit di pendopo kabupaten jombamg
JOMBANG | SPJNEWS.ID — Aroma ambisi terasa pekat dalam malam pelepasan kontingen olahraga Kabupaten Jombang ke Porprov Jawa Timur IX/2025. Bertempat di Pendopo Kabupaten, Jumat malam (20/6), ajang ini seolah jadi panggung adu nyali antara Bupati Jombang H. Warsubi dan Ketua KONI Sumarsono. Minggu (22/06/2025).
Di hadapan ratusan atlet dan ofisial, Bupati Warsubi secara mengejutkan menargetkan 30 medali emas dan posisi 10 besar Jawa Timur. Target itu langsung menjadi pusat perhatian. Bukan hanya karena angkanya tinggi, tapi juga karena berseberangan tajam dengan pernyataan Ketua KONI.
“Saya ingin Jombang masuk 10 besar. Harus bisa bawa pulang 30 emas. Ini bukan soal mampu atau tidak, tapi soal mental bertarung!” ucap Warsubi lantang, memantik riuh tepuk tangan dan bisik-bisik heran.
Sementara itu, Ketua KONI Jombang, Sumarsono, tak bisa menyembunyikan ketegangan. Ia hanya menyebut target KONI adalah 20 emas dan posisi 15 besar. Lebih realistis, katanya.
“Kalau Abah (Bupati) menargetkan 30 emas, ya kami berusaha semaksimal mungkin. Tapi realitas di lapangan harus diperhitungkan.” jawabnya diplomatis, tapi nadanya mengandung tekanan.
Ironisnya, di balik target besar itu, pendanaan kontingen Jombang jauh dari cukup. Dari total 600 personel yang dikirim (296 atlet putra, 194 putri, 144 pelatih/ofisial), hanya 250 atlet dan 50 pelatih yang dibiayai APBD. Sisanya? Berangkat dengan dana pribadi.
“Karena semangat mereka besar, kami beri izin berangkat mandiri. Kalau menunggu anggaran, mereka tidak akan berangkat,” aku Sumarsono.
Inilah potret tajam: target emas dicanangkan, tapi logistik seret. Para atlet diminta berprestasi, tapi harus rogoh kocek sendiri.
Kritik juga datang dari cabor sepatu roda. Dari 11 atlet, hanya 9 yang diberangkatkan. Padahal, cabor ini terbukti rajin menyumbang medali di ajang sebelumnya. Sumarsono berkelit soal kuota.
“Tidak ada yang ditinggal. Kuota memang cuma 9. Semua yang masuk kuota diberangkatkan.” ujarnya kaku.
Namun pertanyaan publik tetap menggantung: Kenapa atlet berprestasi justru dibatasi? Apakah ini soal kuota, atau soal prioritas yang keliru?
Sebagai pengingat, Porprov VIII/2023 lalu, Jombang hanya finish di peringkat 21 dari 38 kabupaten/kota, dengan 14 emas, 8 perak, dan 29 perunggu. Kini, hanya dua tahun berselang, Bupati mendorong lompatan ke 10 besar dan 30 emas — lebih dari dua kali lipat capaian sebelumnya.
Sumarsono masih menggantung harapan lewat cabor-cabor andalan: karate, kempo, pencak silat, tinju, atletik. Beberapa cabang seperti dayung bahkan sudah mulai bertanding dan meraih perunggu lebih awal.
“Kita sudah dapat perunggu dari dayung. Semoga jadi awal yang baik, disusul emas.”
Warsubi menutup dengan pernyataan keras. Bukan sekadar motivasi, tapi semacam ultimatum moral.
“Saya tidak minta mustahil. Tapi jangan pulang dengan alasan. Buktikan kalian layak disebut atlet Jombang!”
Dan kini, semua mata tertuju pada Malang Raya. Apakah Jombang benar-benar siap bertarung, atau akan pulang membawa target yang terlampau tinggi untuk dikejar, dan terlalu berat untuk dipertanggungjawabkan?
Porprov bukan soal hadir dan ikut lomba. Ini soal gengsi, arah kebijakan, dan kemampuan daerah membaca kenyataan.(tim/*)