Tangis di Balik Dinding Bambu: Kisah Pilu Lansia dan Dua Anak Hidup di Rumah Reyot Tanpa Atap di Jombang

- Wartawan

Selasa, 17 Juni 2025 - 08:41

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kondisi rumah warga semanding yang memprihatinkan

JOMBANG | SPJNEWS.ID – Di tengah deretan rumah-rumah permanen yang berdiri kokoh di Dusun Semanding, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Jogoroto, tersembunyi sebuah potret memilukan: sebuah rumah reyot berdinding bambu rapuh dan atap berlubang, nyaris roboh dimakan usia. Di tempat itulah, hidup seorang nenek renta bernama Poniti (60), bersama dua anak laki-lakinya, Sandi Maulana (37) dan Feri Dwi Pamungkas (22), serta seorang menantu dan dua cucu. Enam jiwa bertahan dalam keterbatasan ekstrem—tanpa penghasilan tetap, tanpa jaminan sosial, tanpa harapan yang pasti.

Saat Hujan Turun, Derita pun Tumpah

Bagi keluarga Poniti, langit mendung bukan pertanda datangnya berkah, melainkan peringatan atas datangnya bencana kecil: hujan deras yang menembus atap berlubang dan menggenangi lantai tanah di rumah mereka. Atap yang seharusnya melindungi kini hanya berupa tambalan plastik bekas, karung sobek, dan seng berkarat. Ketika malam tiba, angin dingin menerobos celah-celah dinding bambu, membuat tubuh mereka menggigil tanpa selimut yang layak.

> “Saya sering takut rumah ini roboh kalau angin besar datang,” ujar Poniti lirih, dengan suara bergetar dan tatapan kosong menembus gelapnya masa depan.

Rumah warga semanding

Dinding Rapuh, Kehidupan Tanpa Sekat

Tak ada kamar, tak ada privasi. Rumah Poniti hanyalah satu ruangan besar tanpa sekat, di mana sebuah tirai robek menjadi pemisah seadanya antar sudut. Lantai rumah yang berupa tanah menjadi becek saat hujan turun. Tidak ada perabotan berarti—hanya kasur tipis yang lembap, bantal usang, dan sebuah lampu redup yang menjadi teman malam panjang mereka.

Bertahan dari Pekerjaan Serabutan, Tak Pernah Tersentuh Bantuan

Dalam data resmi, Poniti tercatat sebagai kepala keluarga. Kedua anak laki-lakinya belum menikah dan hanya mengandalkan pekerjaan serabutan jika ada warga yang membutuhkan bantuan. Sayangnya, penghasilan itu sangat tidak menentu. Hingga hari ini, keluarga Poniti belum pernah menerima bantuan apapun—baik dari Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), maupun program sosial lainnya.

> “Saya cuma ingin rumah ini diperbaiki. Biar anak-anak saya bisa tidur tenang, tidak kehujanan,” ungkap Poniti sambil menahan air mata.

 

Di Dekat Kemewahan, Ada Derita yang Tak Terlihat

Yang lebih menyayat hati, rumah reyot keluarga Poniti hanya berjarak beberapa rumah dari kediaman seorang anggota DPRD Kabupaten Jombang dari partai besar. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada bantuan atau kunjungan langsung dari wakil rakyat tersebut.

Saat dihubungi oleh awak media, sang anggota dewan mengaku tidak mengetahui kondisi tersebut. Bahkan setelah diperlihatkan foto rumah Poniti, ia tampak terkejut dan mengaku belum pernah mendapat laporan dari pihak desa.

Sementara itu, Mulyadi, Kepala Dusun Semanding, membenarkan kondisi tersebut.

> “Kami sudah berupaya mengajak warga sekitar untuk bergotong royong membangun rumah Bu Poniti, tapi belum ada respon. Warga masih enggan untuk ikut membantu,” ujarnya.

Seruan Kemanusiaan untuk Negeri

Kisah keluarga Poniti adalah wajah nyata dari kemiskinan yang masih mencengkeram sebagian masyarakat kita, bahkan di tengah gencarnya pembangunan nasional. Kondisi rumah yang nyaris roboh itu bukan hanya tak layak huni—tapi sudah menjadi ancaman langsung bagi keselamatan jiwa.

Warga sekitar mengaku telah berulang kali melaporkan kondisi ini ke pihak desa dan kecamatan, namun belum ada tindakan konkret dari pemerintah daerah. Mereka kini berharap besar pada Dinas Sosial Kabupaten Jombang untuk segera turun tangan melakukan asesmen dan memberi prioritas bantuan kepada keluarga Poniti.

Kisah ini bukan sekadar narasi tentang kemiskinan. Ini tentang empati yang mulai pudar, tentang tanggung jawab sosial yang terlupa, dan tentang pertanyaan yang menyentil nurani kita bersama. (Ratno)

Berita Terkait

Dewan Pendidikan Jombang Luncurkan GERPAS: Gerakan Peduli Anak Sekolah
Wujud Nyata Kepedulian Bupati Mohammad Firdaus Daeng Manye Wujudkan Takalar Sehat dan Sejahtera Bagi Warganya yang Kurang Mampu
Polres Jombang Gelar Lomba Kamtibmas: Ajang Voli Pelajar untuk Tumbuhkan Sportivitas dan Energi Positif Generasi Muda
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Kembali Berjalan di Jombang, 953 Porsi Kembali Jalan.
Klarifikasi Polres Gresik atas berita informasi penangkapan Galian C yang di lepas begitu saja
Pejabat Daerah Rela Basah Kuyup, Semangati Peserta JOMBANG CULTURE MARCHING COMPETITION 2025
Dewan Pendidikan Jombang Desak Aktifkan Kanal Aduan Kekerasan Anak: Sekolah Harus Jadi Ruang Aman!
LSM GMBI KSM BERBEK, Dampingi Satpam Wanita Yang Terdzolimi.

Berita Terkait

Senin, 27 Oktober 2025 - 11:29

Kolaborasi Pemerintah Lokal: Camat Pattallassang dan Lurah Bahu Membahu Tingkatkan Layanan Masyarakat

Minggu, 26 Oktober 2025 - 03:01

Pemkab Takalar Apresiasi Dukungan Komdigi RI, Dorong Takalar Jadi Daerah Prioritas Digitalisasi Nasional

Sabtu, 25 Oktober 2025 - 10:29

Sekdis DLHP Tak kenal Hari Libur, Tingkatkan Kualitas Lingkungan perkotaan Melalui Kerja keras di akhir pekan

Jumat, 24 Oktober 2025 - 05:14

Bupati Takalar Diskusi dengan Wamendes RI untuk Pembangunan Desa 3T

Kamis, 23 Oktober 2025 - 13:50

Bupati Takalar Apresiasi Siswa-Siswi SMAN 13 dan SMAN 4 Takalar Berprestasi Dalam Kegiatan Demo Day (GELAR KARYA) Generasi Terampil Sulawesi Selatan Tahun 2025

Kamis, 23 Oktober 2025 - 09:35

Wujud Nyata Kepedulian Bupati Mohammad Firdaus Daeng Manye Wujudkan Takalar Sehat dan Sejahtera Bagi Warganya yang Kurang Mampu

Rabu, 22 Oktober 2025 - 09:12

Rapat koordinasi Dan Penyambutan Camat Baru kecamatan Pattallassang

Selasa, 21 Oktober 2025 - 00:11

Bupati Takalar Lantik Pejabat Eselon ll,lll,lV Sebanyak 311, Usai Dilantik Langsung Tancap Gas

Berita Terbaru