spjews.id |TULUNGAGUNG – Di balik urgensi keselamatan dan pencegahan kebakaran, muncul polemik di tubuh Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) beralamatkan Gg.IV. No,17, Bago kecamatan Tulungagung, Kabupaten Kabupaten Tulungagung, propinsi Jawa Timur. Beberapa oknum pegawai dinas diduga menerima fee sebesar 10–20 persen dari setiap transaksi penjualan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang dilakukan melalui toko pemasok CV ABELIA APARINDO.
Pemilik grosir APAR yang berinisial JN mengungkapkan bahwa pola kerja sama dengan Dinas Damkar berlangsung tanpa kontrak resmi—murni berdasarkan komunikasi dan pesanan yang datang dari pegawai dinas. “Biasanya saya mengirim sesuai pesanan mereka. Dalam satu bulan, rata-rata ada sekitar 10 unit yang terjual,” ujar JN saat dikonfirmasi, Selasa (15/04/2025).
Lebih jauh, JN mengaku memberikan fee kepada pegawai dinas berkisar 10–20 persen per unit, bergantung pada harga jual barang. Namun, ketika ditanya perihal identitas pegawai yang menerima fee tersebut, ia memilih bungkam, hanya mengatakan bahwa pemesanan barang dilakukan oleh petugas yang tengah piket.
Dugaan praktik ini mengundang pertanyaan besar: Apakah Dinas Damkar seharusnya berperan sebagai penjual APAR? Dan jika benar adanya sistem fee untuk pegawai, bagaimana transparansi serta akuntabilitas dari transaksi ini?
Kepala Dinas Damkar Tulungagung, Hartono, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp mengenai dasar hukum transaksi jual beli APAR di kantor dinas, belum memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.
Sementara itu, salah satu warga berinisial (H) mengaku telah membeli satu unit APAR 3 kg seharga Rp 600.000 dari Dinas Damkar pada Februari 2025. Ia bahkan menunjukkan kwitansi pembelian sebagai bukti transaksi.
Polemik ini bukan sekadar perihal jual beli barang, tetapi menyentuh esensi “good governance”, transparansi, dan akuntabilitas publik. Dinas Damkar, yang seharusnya menjadi garda depan dalam perlindungan kebakaran, kini berhadapan dengan sorotan publik terkait dugaan praktik transaksi yang lebih menguntungkan individu dibanding kepentingan masyarakat luas.
Apakah praktik ini akan terus berlangsung tanpa pengawasan? Ataukah akan ada evaluasi untuk memastikan setiap transaksi berjalan dalam koridor hukum dan etika publik?
Berita ini masih akan terus dikembangkan sesuai dengan konfirmasi dari pihak terkait.
( Tim Alap -Alap 9 / Mualimin/ SPJ News.id )