spjnews.id | NGANJUK – Sebanyak 15 truk bermuatan gabah dari Kabupaten Nganjuk mengalami penolakan di Gudang Bulog Kediri tanpa alasan yang jelas. Para sopir yang telah menunggu lebih dari 24 jam merasa kecewa dengan keputusan tersebut.
Salah satu sopir yang enggan disebutkan namanya, sebut saja Kang Pir, mengungkapkan kekesalannya. Ia dan rekannya yang berasal dari Nganjuk sudah menginap selama satu hari, tetapi muatan mereka tak kunjung dibongkar dan malah ditolak. “Kalau gabah kering sawah dibiarkan di dalam truk lebih dari 24 jam, ya tentu akan rusak,” ujarnya dalam bahasa Jawa.
Penolakan ini bertentangan dengan pernyataan dari Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Kediri, yang membantah adanya penolakan penyerapan gabah oleh Bulog. Pernyataan ini sempat dimuat dalam salah satu media online.
Ketua LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Nganjuk, Sugito, menanggapi pernyataan Perpadi tersebut dengan kritis. Menurutnya, perlu dipahami bahwa anggota Perpadi mayoritas terdiri dari pengusaha penggilingan padi dan pedagang besar, bukan petani kecil. “Sebagai pengusaha, tentu saja mereka mengejar profit. Di balik pernyataan Perpadi, bisa jadi ada kepentingan besar yang tidak selalu sejalan dengan nasib petani kecil,” kata Sugito.
Sugito menjelaskan bahwa pengusaha besar memiliki kepentingan untuk memperoleh gabah dengan harga semurah mungkin, lalu menjualnya kembali dalam bentuk beras dengan keuntungan maksimal. Jika Bulog menyerap gabah petani dengan harga yang layak, maka para pengusaha besar akan kehilangan pasokan murah mereka. “Tengkulak binaan mereka tidak akan mendapatkan gabah dengan harga rendah, sehingga wajar jika mereka membela Bulog dalam situasi ini,” tambahnya.
Situasi ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada dugaan kepentingan tertentu yang bermain. Jika petani terus dipaksa menjual hasil panennya dengan harga murah, mereka akan kesulitan bahkan untuk sekadar balik modal, apalagi meraih keuntungan.
Sugito berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan dinas terkait agar lebih bijaksana dalam membuat dan menjalankan program kerja. “Jangan sampai kebijakan yang dibuat justru merugikan rakyat, terutama para petani yang sudah bekerja keras di sawah,” pungkasnya.
(Est-SPJ).