spjews.id | TULUNGAGUNG – Pemerintah Kabupaten Tulungagung mendapat sorotan tajam dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat terkait kelangsungan operasi eks lokalisasi yang seharusnya sudah ditutup sejak 2012 lalu.
Meskipun secara resmi ditutup, lokasi tersebut masih beroperasi dengan modus sebagai warung kopi, yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Eks lokalisasi ini terletak di Desa Ngujang, Kecamatan Kedungwaru, dan di Kaliwungu, Desa Ngunut, Kecamatan Ngunut, Tulungagung.
Ketua MUI Tulungagung, KH. Hadi Mahfudz, mengungkapkan rasa frustrasinya.
“Kami sudah sering mengingatkan soal ini. Pemerintah sangat mengetahui bahwa operasional lokalisasi tersebut adalah ilegal, namun tidak ada tindakan nyata,” ujarnya kepada SPJ News.id, Minggu (2/3).
Ia mempertanyakan ketidakpedulian aparat terkait, termasuk Satpol PP, terhadap jumlah penghuni dan latar belakang mereka.
“Berapa banyak penghuni yang asli dari Tulungagung? Berapa persen pendatang? Semua ini harus diketahui dan diatasi,” tegasnya.
Kekhawatiran MUI semakin mendalam, karena kelangsungan aktivitas tersebut dapat menjadi episentrum berbagai jenis penyakit masyarakat (pekat).
“Kami terus mendorong pemerintah untuk bertindak tegas. Kami berharap ada respek dan komitmen untuk menuntaskan masalah ini demi Indonesia yang lebih baik,” pungkas KH. Hadi.
Sementara itu, salah satu warga yang tidak ingin disebut namanya menegaskan bahwa pemerintah seharusnya lebih tanggap terhadap dugaan tempat maksiat tersebut.
“Kenapa pihak pemerintah tidak tanggap, padahal setahu saya kompleks itu sudah ditutup dari tahun 2012? Apalagi saat ini juga menyambut bulan suci Ramadan, seharusnya menghormati umat Muslim dalam menjalankan ibadah puasa,” ungkapnya.
Di tempat terpisah, Pengasuh Pesantren Al Azhaar Tulungagung, KH. Imam Mawardi Ridlwan, yang saat ini berada di Madinah, menuliskan pesan untuk (SPJ News.id)