Takalar – Gelombang protes semakin memanas di Kabupaten Takalar. Barisan Rakyat Takalar (BARATA), sebuah aliansi mahasiswa, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Takalar, Senib (18/11/2024). Mereka menuntut diskualifikasi pasangan calon (paslon) nomor urut 1 dalam Pilkada Takalar 2024, DM-HHY, yang dituding memanfaatkan aparat sipil negara (ASN) dan institusi negara untuk kepentingan politik.
“Bawaslu Takalar Gagal Menjadi Penjaga Demokrasi”
Dalam orasinya, Jenderal Lapangan BARATA, Arlifin Akbar, menyebut Bawaslu Takalar telah kehilangan independensinya. “Bawaslu seharusnya menjadi benteng terakhir demokrasi, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Banyak laporan pelanggaran keterlibatan ASN yang masuk, namun penanganannya hanya menggunakan Undang-Undang ASN, bukan Undang-Undang Pemilu. Ini mencurigakan!” seru Arlifin.
Ia merujuk pada Pasal 280 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang secara tegas melarang ASN, TNI, Polri, serta perangkat desa terlibat dalam kampanye. Namun, menurutnya, Bawaslu Takalar seolah tutup mata terhadap pelanggaran tersebut.
“Ada Apa dengan Bawaslu?”
Arlifin juga mengungkapkan bahwa tindakan Bawaslu Takalar menciptakan kesan keberpihakan terhadap paslon tertentu. “Minimnya pengawasan, lemahnya temuan pelanggaran, serta lambannya tindak lanjut terhadap laporan masyarakat menunjukkan bahwa Bawaslu gagal menjalankan tugasnya. Masyarakat melihat ada keberpihakan di sini,” tegasnya.
BARATA menyoroti sejumlah dugaan pelanggaran, termasuk keterlibatan ASN dalam acara politik terselubung seperti “Tournament Domino BerSatu Cup” di Ngai Cafe, Kecamatan Galesong. Selain itu, nama pejabat tinggi Polri, Jenderal Fadil Imran, disebut-sebut dalam kampanye paslon 01, yang diduga menjadi upaya memanfaatkan institusi negara untuk kepentingan politik praktis.
Tuntutan Diskualifikasi Paslon DM-HHY
BARATA menilai dugaan pelanggaran tersebut sudah cukup menjadi alasan untuk mendiskualifikasi paslon DM-HHY. “Bawaslu memiliki dasar hukum yang kuat untuk bertindak. Jika mereka tidak bergerak, maka masyarakat berhak mempertanyakan independensi mereka,” ujar Arlifin.
Dalam aksinya, BARATA menyampaikan lima tuntutan tegas:
1. Bawaslu Takalar harus menunjukkan profesionalitas dengan menindak tegas setiap pelanggaran sesuai UU Pemilu.
2. Penerapan UU No. 10 Tahun 2016 untuk menindak netralitas ASN, Polri, dan perangkat desa yang terlibat politik praktis.
3. Mengusut tuntas keterlibatan camat dan kepala desa dalam acara “Tournament Domino BerSatu Cup”.
4. Investigasi independen atas dugaan penggunaan nama Jenderal Fadil Imran dalam kampanye paslon 01.
5. Diskualifikasi paslon DM-HHY atas dugaan pelanggaran berat melibatkan ASN dan institusi negara.
Arlifin menegaskan bahwa BARATA tidak akan tinggal diam. Mereka akan melaporkan dugaan ketidakprofesionalan Bawaslu Takalar ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Bawaslu Takalar harus diperiksa. Jangan biarkan demokrasi dirusak oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan politik dengan cara curang,” katanya.
Seruan Moral untuk Demokrasi Bersih
Aksi ini diakhiri dengan seruan agar seluruh elemen masyarakat, khususnya penyelenggara pemilu, berkomitmen menjaga integritas demokrasi. “Demokrasi bukan milik elit politik. Ini tentang rakyat. Jika rakyat sudah tidak percaya pada lembaga pengawas seperti Bawaslu, maka demokrasi kita dalam bahaya,” pungkas Arlifin.
Aksi BARATA ini mencerminkan kekecewaan mendalam masyarakat terhadap penyelenggaraan Pilkada Takalar 2024. Jika tuntutan mereka diabaikan, maka kredibilitas Bawaslu Takalar dan demokrasi di daerah ini akan menghadapi ujian berat.
(Rs/Spjnews.id)