MAGETAN – Pemerintah Desa Kerang, Kecamatan Takeran, Magetan, Jawa Timur, mengalokasikan anggaran Dana Desa (DD) untuk menguatkan ketahanan pangan wilayah desa setempat.
Sumber pendanaan asal APBN Tahun 2024 sebesar Rp. 150 juta itu, dipergunakan untuk menopang dua item kebutuhan pokok pertanian. Kebutuhan itu berupa pembangunan saluran irigasi tersier, pengadaan pupuk urea serta pembuatan pupuk organik cair.
Pengerjaan saluran irigasi yang dilakukan secara swakelola, rampung dikerjakan Sabtu (12/10/2024) dalam kurun satu bulan. Proyek itu selesai lebih awal, lantaran dikerjakan sebanyak 15 pekerja setempat.
Hal itu disampaikan Kepala Desa Kerang, Marno, kepada jurnalis di gubug persawahan setempat, saat pihaknya meninjau lokasi proyek, Rabu (16/10/2024). “Sudah rampung. Sudah selesai. Tinggal moles-moles dikit. Sudah bisa untuk irigasi,” kata Marno.
Marno melanjutkan bicara, alokasi dana sebesar itu dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur irigasi sebesar Rp. 75 juta. Pengadaan pupuk urea sebesar Rp. 45 juta dan sisanya Rp. 30 juta sebagai biaya produksi pupuk organik.
Ratusan petani di desa itu mendapat jatah pupuk urea masing-masing sebanyak 10 Kg. Pemberian cuma-cuma itu dibagikan dengan asumsi, 10 Kg untuk setiap bidang sawah yang dikerjakan petani.
Dengan begitu, jelas Marno, bilamana seorang petani memiliki dua bidang tanah sawah, maka dia berhak menerima bantuan pupuk urea sebanyak 20 Kg.
“Sudah kami bagikan kepada para petani. Per petak sawah mendapat 10 Kg pupuk urea. Kalau petani itu punya dua petak sawah, ya mendapat 20 Kg,” tutur Marno.
Sementara produksi pupuk organik dikerjakan para kelompok tani setempat, menggunakan dua metode pembuatan yang semuanya berbahan baku alamiah.
Pertama menggunakan bahan akar pohon bambu, gula merah, air bekas cucian beras sebelum ditanak serta beberapa bahan organik lainnya.
Intinya, setelah adonan berbagai macam bahan tersebut dicampur dalam satu bejana, lalu disimpan selama 10 hari untuk menghasilkan pupuk organik yang siap dipergunakan.
Proses pembuatan kedua, menggunakan bahan belerang, gamping dan bahan alamiah lainnya. Bahan-bahan itu dikumpulkan dalam bejana, kemudian dituang air mendidih, lalu disimpan beberapa hari sebelum digunakan.
“Khusus untuk pupuk organik itu, penggunaannya dengan cara disemprotkan di bagian batang sisi bawah padi. Jadi pupuk organik tadi yang diambil adalah airnya,” rinci Marno.
Disebut Marno, baik irigasi, pupuk organik maupun pupuk nonorganik sudah dimanfaatkan para petani, untuk memenuhi kebutuhan 150 hektar sawah. Baik sarana maupun prasarana pertanian itu untuk mendorong tercapainya produktivitas agraria petani setempat.
Terkait fisik bangunan irigasi, jelas Marno, memiliki dimensi panjang 105 meter, kedalaman 40 cm, lebar bibir 65 cm dan lebar total 125 cm. Dilihat dari kebutuhan, menurut Marno, masih perlu 20% irigasi dari seluruh cakupan area sawah di desa itu.
“Kekurangan prasarana irigasi akan dituntaskan secara bertahap dalam anggaran tahun berikutnya. Secara bergantian, tahun depan kami berencana membangun talud jalan sepanjang 250 meter. Karena sarana jalan juga penting,” gagasan Marno. (fin)