spjnews.id |Tulungagung— Mantan Direktur Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Sujanarko menyikapi, Pertemuan antara Penjabat (PJ) Bupati Tulungagung, Jawa Timur dan aliansi masyarakat Tulungagung (ALMASTA) mengundang perhatian. Dalam suasana makan bersama, di Pendopo Kongas Arum Kesumaning Bongso walaupun kebanyakan para anggota (ALMASTA) banyak yang menolak untuk makan bersama, ada dua hal menarik yang perlu disampaikan. Rabu, (29/05/2024)
Sujanarko, Mantan Direktur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyikapi pertemuan tersebut, PJ bupati dan pendemo, sambil makan Bersama ada hal 2 yang menarik untuk disampaikan, Kedua pihak harus bijak menyikapinya, demo yang terjadi sebetulnya kan ibarat bisul pecah”, tuturnya.
“Apakah sudah terjadi kesepahaman kedua pihak ” Pasti belum”, Apa pentingnya dokumen pengaduan ? Bagi PJ Bupati ini penting karena bisa lebih memahani substansi yang dituntut.
Apakah pemdemo salah tidak, menyerahkan dokumen ? Tidak juga karena memang dokumen tidak ditujukan ke PJ tetapi ke regulatornya, dan ketidak percayaan publik ke PJ Bupati juga patut dihargai.
“Sujanarko menegaskan, Ini memang salah satu kelemahan birokrasi kita, secara psikologi komunikasi seperti tidak equal, birokrasi menganggap fungsinya lebih penting dibanding fungsi yang dimiliki masyarakat, apakah ini benar seperti itu ” Salah besar”. Pj Bupati harus lebih berbesar hati, kalau komunikasi lebih lancar copot dulu baju bupatinya, keluar dari sangkar emasnya, Karena baju kekuasaan dan sangkar kekuasan itu hambatan besarnya, Istilah masyarakat ” Banyak gondruwonya”, terangnya.
Memang masih perlu upaya besar untuk menumbuhkan kepercayaan kedua pihak, terutama pihak PJ Bupati yang bisa leluasa.
Disamping bisul yang pecah, PJ Bupati harus segera melakukan general check up ke birokrasi jangan-jangan birokrasi berpenyakit gula akut, kolesterol juga tinggi, jangan juga sepelekan bisul-bisul yang ada jangan-jangan ini sel kanker ancer”, tandasnya.
“Masih bersama Sujanarko, untuk PJ Bupati jangan berkecil hati strategi komunikasi perlu dirubah, DPRD saja yang ketemu konstituen mereka komunikasi selalu buntu. ada penyakit kronis ke pejabat tulungagung apakah DPRD, Bupati, OPD-OPD dan birokrasi lainnya, mereka selalu under estimate ke masyarakatnya sendiri, meraka merasa seperti jaman mojopahit, seperti Ki Demang, seperti adipati, jaman telah berubah pemerintahan menerapkan Open Goverment dimana ” masyarakat ” menjadi subyek Utama baik dari sisi tujuan birokrasi maupun keterlibatannya menuju ke masyarakat madani”, tuturnya.
Sujanarko menambahkan, pengalaman saya berinteraksi dengan masyarakat Tulungagung sangat mudah ibarat komunikasi seperti komunikasi dengan anak-anak kita, dengan adik-adik , dan teman – teman kita, intinya ” respect dibayar respect”, kalau di uwongke mereka akan ngowongke kita juga,( istilah bahasa Jawanya ) mereka kumpulan masyarakat modern, berciri khas pengusaha, atau pedagang sangat terbuka. hayolah pak PJ Bupati, mari bersama-sama bersublimasi dengan kepentingan masyarakat khususnya, dengan masyarakat Tulungagung, sepertinya Embun kala pagi hari seperti mutiara – mutiara yang sangat indah di pucuk daun rerumputan, begitu kena sinar matahari menguap mengsublimasi menjadi Udara sehat yang menyehatkan alam semesta. “Semoga”, pungkasnya.
( Mualimin/ SPJ news.id )