spjnews.id | Tulungagung – Sebagai organisasi kemasyarakatam, LMP Markas Cabang Tulungagung, selalu mengikuti dinamika sosial dan dinamika penegakan hukum di wilayah kabupaten Tulungagung khususnya. Dalam suatu sidang pendampingan kasus narkoba yg dilakukan oleh LBH-LMP Macab Tulungagung di Pengadilan Negeri Tulungagung, di dalam persidangan sempat terucap dari Ketua Majelis Hakim bahwa sekitar 70%, penghuni Lapas adalah kasus Narkoba.
“Hendri Dwiyanto selaku ketua Ormas LMP Macab Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, pada Kamis, (23/05/2024) menyampaikan bahwa, Sangat miris mendengar berita itu, karena masyarakat Tulungagung cukup dikenal dengan masyarakat yang agamis dan religius, dan di frame lagi dengan masyarakat yang guyub rukun, Lalu kenapa di kota kita ini banyak terjadi kasus narkoba?
Lanjut Hendri, Dari kajian-kajian yang kami lakukan, dapat kami rumuskan beberapa penyebab sebagai berikut “, Kepedulian masyarakat terhadap aktifitas di lingkungan cenderung menurun.
Broken home yang terjadi di dalam keluarga, menjadikan orang tua atau anak mencari solusi untuk menentukan pikiran, yang salah satu solusinya ada dengan mengkonsumsi nerkotika, yang pada awal nya di mulai dengan coba-coba”, Dimulai dari coba-coba kemudian berkembang menjadi pengguna (untuk menghilangkan rasa sakit, dan lain- lain), menjadi pecandu, naik kelas menjadi pengedar, naik kelas lagi menjadi Bandar dan naik kelas lagi menjadi Bos para bandar. Jaringan dan Sindikat ini begitu rapi dan tidak terputus pada setiap tingkatan, sehingga agak sulit untuk mengurai benang merah jaringan ini”, ujarnya.
Hendri juga menyediakan, Dari aspek penegakan hukum, kami melihat, bahwa BNN Kabupaten belum efektif dalam rangka pencegahan dan juga rehabilitasi, sehingga kasus-kasus penyalah gunaan narkotika lebih bergerak ke jalur penegakan hukum oleh Aparat Penegak Hukum, yang berakhir di Lapas dengan putusan. Hukuman yang berbeda-beda. Bahwa kami melihat belum adanya sikap dan komitmen yang sama antar para penegak hukum ( Polisi, Jaksa, Hakim dan Advokat) dalam upaya pemberantasan peredaran narkoba, para penegak hukum masih melihat masalah pemberantasan peredaran narkoba dari sudut pandang yang berbeda”, terangnya.
“Bahwa kecenderungan penyidik pada Satresnarkoba untuk menggunakan Pasal 112 dan 114 UU Narkotika, yang lebih mengarah ke Pengedar, dimana sanksi hukumnya sangat berat, berpotensi terjadi nya ” transaksional ” oleh oknum-oknum penyidik dengan jaringan narkotika itu, bahwa dalam beberapa waktu ini terdapat aparat penegak hukum yang juga terjerat dalam masalah narkotika, mereka yang seharus nya menindak para penyalah guna narkoba tetapi mereka justeru menjadi bagian dari pelaku penyalah guna narkoba”, terangnya.
“Hendri juga menyayangkan, Bahwa fakta nya, penyalah gunaan narkotika umumnya hanya terungkap pada level pemakai dan pecandu dan pengedar, sementara jaringan diatasnya sulit untuk dilacak, akibatnya jaringan diatasnya seperti bandar dan lain -lain akan membentuk jaringan dibawahnya lagi untuk menggantikan pengedar atau pemakai yang tertangkap oleh Kepolisian atau BNN”, tuturnya.
Hendri juga menilai, Bahwa permainan dalam bentuk transaksional oknum-oknum Aparat Penegak Hukum (APH), berpotensi terjadi baik pada tingkat Penyidikan, Penuntutan, Putusan dan Pelaksanaan Putusan (Lapas), untuk meringankan hukuman pidana pelaku, akibat nya pelaku tidak benar-benar merasakan konsekuensi hukum dari perbuatannya sehingga selepas dari Lapas akan cenderung menjadi pengedar narkotika lagi, dan upaya pemberantasan penyalah guna narkotika menjadi gagal”, terangnya.
Dalam hal ini Hendri menegaskan, kembali ke peran BNN, menurut kami, penanganan setiap kasus narkotika idealnya dilakukan berupa team bersama antara Satresnarkoba Polres dan BNN Kabupaten, sehingga sejak awal penanganan ada fungsi saling mengawasi, mana yang harus melalui jalur hukum pidana dan mana yang harus melalui jalur assasment atau rehabilitasi, hal ini untuk mencegah terjadi nya transaksional oleh oknum-oknum penegak hukum dalam mengarahkan suatu perkara atas dasar transaksional itu, jika ini bisa berjalan maka setiap perkara narkotika dilakukan penegakan hukum secara selektif dalam rangka pemberantasan peredaran narkotika, sehingga tidak hanya identik dengan sanksi hukuman pidana seperti yang terjadi selama ini”, tuturnya.
Bagaimana dengan kasus yang menimpa oknum anggota aktif kepolisian dan oknum ASN Dinas Kesehatan di Kabupaten Tulungagung yang saat ini menjadi viral ? Jika menyimak ulasan diatas, maka dalam penegakan hukum nya tetap terbuka potensi terjadi nya transaksional oleh oknum-oknum penegak hukum dalam mengarahkan pelaku, apalagi sebagai ; Pengguna, Pecandu atau Pengedar. Masyarak umum akan sulit untuk melakukan monitoring, sehingga diharapkan adanya Keterbukaan Informasi Publik oleh Aparat Penegak Hukum dalam penanganan perkara yg berdampak merugikan kepentingan masyarakat”, Pungkasnya.
( Mualimin/ SPJ news.id )