spjnews.id I Garut – Seiring dengan kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) secara otomatis harga jual rokok pun kian meroket. Seperti diketahui, kenaikan CHT ini resmi diberlakukan pemerintah per 1 Januari 2022 lalu.
Dengan demikian, batasan minimum Harga Jual Eceran (HJE) turut serta merangkak naik.
Kenaikan tersebut, diketahui tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 192 Tahun 2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot dan Tembakau Iris. Aturan tersebut ditandaytangani per 14 Desember 2022.
Menurut catatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penetapan kebijakan penyesuaian tarif CHT tersebut telah mempertimbangkan aspek ekonomi, ketenagakerjaan, keberlanjutan industri rokok, dan upaya pengendalian peredaran rokok ilegal.
Kenaikan tarif cukai sigaret rata-rata 10% pada tahun 2023-2024. Khusus tarif cukai jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT), kenaikan maksimum 5%.
Selain itu, hasil tembakau berupa Rokok Elektrik (REL) dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) tarif cukainya juga dinaikkan rata-rata 15% dan 6% setiap tahunnya untuk dua tahun ke depan.
Kenaikan produk rokok ini tentunya diraskan para pedagang grosiran maupun eceran. Misalnya, Anneu Nuralam, salah seorang pemilik toko grosiran di kawasan Pasar Ciawitali, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Anneu mengaku untuk belanja rokok berbagai merek kini per harinya bisa mencapai 2.680.000, padahal sebelumnya hanya Rp 2.5050.000.
Namun Anneu mengaku heran, tak ada satupun yang berbelanja rokok di warungnya menyampaikan protes. Berbeda dengan kenaikan harga sembako.
“Ia, sekarang itu belanja untuk rokok naik. Otomatis harga jual juga naik. Namun saya heran, tak ada pembeli yang protes dengan kenaikan harga rokok ini. Beda kan kalau ada kenaikan harga sembako, para pembeli suka sewot dan protes,” tutur Anneu, saat dihubungi. Sabtu (21/1/2023).
Meski demikian, menurut Anneu, secara keseluruhan kondisi usaha toko grosirannya saat ini tengah lesu. Hal tersebut ditandai dengan minimnya daya beli masyarkat, sehingga berdampak pada sepinya transaksi jual beli.
“Tapi da memang untuk perekonomian sekarang mah, secara kselurahan kondisi perdagangan teh lagi lesu. Emang masyarakat mungkin sedang menurun daya belinya. Tak hanya produk rokok, sekarang mah hampir semua produk naik harganya,” pungkasnya. Ajang – Tendy. Editor : Ikmal D Permana