Padahal Presiden Jokowi sendiri berulangkali menyatakan jika Presiden akan taat konstitusi dan memastikan jika Pilpres 2024 akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024.
spjnews.id | Jakarta – DEWAN PENGURUS PUSAT GERAKAN PENGAWAL SUPREMSI HUKUM (DPP. GPSH) akan laporkan Menko Maves Luhut Binsar Panjaitan, Ketum Partai Golkar Airlangga Hartanto, Ketum Partai PAN Zulkifli Hasan dan Ketum Partai PKB Muhaimin Iskandar ke Bareskrim Mabes POLRI.
Seperti diketahui Bahwa dilaporkannya keempat tokoh tersebut ke Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan perbuatan membuat kegaduhan yang melahirkan polemik yang menjurus Perpecahan di kalangan masyarakat.
“Bagi kami usul Perpanjangan jabatan Presiden 3 periode dan usulan penundaan Pemilu merupakan upaya Cup Detat terhadap Konstitusi NKRI dan Pengkhianatan terhadap UUD 1945. Oleh karena itu, semua pihak harus diajak kembali kepada Konstitusi yang benar dan konsekwen. Isu yang dilemparkan keempat tokoh tersebut tidak mendidik Dan childnes. Oleh karena itu, kami harus ikut terus Mengawal Dan Menyelamatkan Konstitusi NKRI yang telah disepakati bersama,” tegas Ketum DPP. GPSH, H.M. Ismail, SH, MH, Senin (11/4/22) di Jakarta.
Dijelaskan oleh Ismail bahwa delik yang akan disangkakan adalah ke empat tokoh itu diduga telah membuat pernyataan yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal XIV dan Pasal XV Undang-Undang tentang Peraturan Hukum Pidana (UU No. 1 Tahun 1946) dengan rumusan sebagai berikut:
Pasal XIV: (1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal XV: Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya
patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
Seperti diketahui bahwa para pengusul itu mengklaim memiliki big data yang tidak bisa diverifikasi kebenarannya, jika data yang mereka punya mayoritas penduduk Indonesia menginginkan Pemilu 2024 ditunda. Sehingga klaim itu dapat dipastikan sebagai berita hoax dan bohong yang dipergunakan untuk melakukan propaganda sekaligus menciptakan keonaran di masyarakat serta mengadu domba antar elemen masyarakat.
Padahal Presiden Jokowi sendiri berulangkali menyatakan jika Presiden akan taat konstitusi dan memastikan jika Pilpres 2024 akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024.
Senada dengan Presiden Jokowi, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga telah menegaskan jika partainya telah meminta masyarakat untuk tunduk dan patuh terhadap konstitusi yang mengatur masa jabatan Presiden hanya dua periode dan Tidak bisa maju lagi dalam Pilpres selanjutnya.
Begitu juga halnya pernyataan Ketua DPD RI, La Nyala Matalitti yang menyatakan jika masyarakat harus tunduk dan patuh terhadap konstitusi. Keingginan masyarakat untuk menunda Pemilu 2024 berdasarkan big data itu dibantah oleh Ketua DPD yang menyatakan jika DPD juga punya big data yang justru menolak penundaan Pemilu 2024 itu.
Keingginan penundaan itu menurut La Nyala hanyalah keinginan segelintir politisi serta menggunakan hasil survey dari lembaga survey bayaran kelas kambing.
Jadi sangat jelas pernyataan dari para Ketua Umum Partai yang mengusulkan penundaan Pemilu itu adalah sebatas klaim dan masuk kategori penyebaran berita bohong untuk menimbulkan keonaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal XIV UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.***