Dalam Hearing tersebut juga terungkap bahwa tidak ada data valid jumlah siswa miskin penerima bahkan DPRD dan inspektorat Tulungagung, tidak menerima data by name by adres yang seyogyanya bisa menjadi sarana pengawasan dengan sistem sampling, sehingga bisa disimpulkan tidak adanya pengawasan sama sekali apabila terjadi pengurangan volume penerima BSM tersebut.
spjnews.id | Tulungagung – Hearing PSM LIDRA dan beberapa perkumpulan LSM, dan perwakilan mahasiswa Tulungagung, yang di laksanakan di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, terkait BSM (Bantuan Siswa Miskin) di tahun anggaran 2021/2022 yang di akomodir oleh pihak Polres Tulungagung, Rabu (30/03/2022).
Maulana Ketua PSM LIDRA Tulungagung, sangat berterimakasih dan sangat mengapresiasi kinerja Polres Tulungagung, yang mana dari pihak polres Tulungagung sudah mengakomodir jalannya Hearing dengan Komisi A DPRD Tulungagung, Dinas pendidikan Pemuda dan Olahraga dan Perwakilan dari Bank Jatim, BPKAD, BAPPEDA, Inspektorat.
“Walaupun dari komisi A DPRD Tulungagung di hadiri hanya empat orang, Imam Kambali SE, M.Si, Andri Santoso, A. MD. Kep, Drs.H. Mashud, Samsul Huda, S Ag, M.Pd,” tutur Maulana.
Adapun tuntutan, Maulana Ketua PSM LIDRA, yakni :
“1. Agar ada perbaikan sistem nyaitu kartu pelajar pintar harus benar-benar bisa di pergunakan sebagai e-money; 2. KP-RI harus di beri kewenangan mencari barang sendiri sehingga BSM sesuai harga pasar; 3. Data rinci by name by adres siswa harus di serahkan pada inspektorat dan DPRD Tulungagung, sebagai pengawasan atau sampling,” tutur Maulana.
Yoyok Nugroho Ketua PKTP (Perkumpulan Komunitas Tulungagung Peduli) selepas ikut Hearing, saat di wawancarai spjnews.id menyampaikan bahwa, kalau bisa dipersulit kenapa di permudah’ analogi ini cocok dengan pengadaan BSM di Kab. Tulungagung, tujuan yang sangat baik dari program ini ternyata hanyalah kedok untuk bermain oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Sebenarnya sangat mudah ketika siswa miskin penerima bantuan bisa membelanjakan kebutuhan sekolahnya dengan E-money yang berbentuk kartu pelajar, koperasi tinggal menyediakan barang yang dibutuhkan dengan harga yang wajar karena bisa membeli langsung ke produsen,” tutur Yoyok.
Lanjut, Yoyok Nugroho, tetapi hal ini yang di jadikan celah untuk arena bermain, dari komisi A DPRD Tulungagung terungkap.
“Ternyata koperasi (KP-RI) yang di tunjuk hanya merupakan reseller/penyalur dari makelar yang di tunjuk oleh Diknas yang berakibat harga jual pada siswa miskin jauh lebih tinggi dari harga pasaran”, ujarnya.
Lebih lanjut Yoyok mengatakan, pemberian kartu pelajar pintar atau E-money ternyata hanyalah kartu pelajar berbarcode yang tidak bisa langsung di belikan pada koperasi dan melakukan pengisian ulang saldo atau top up apalagi untuk menarik sisa pembelian, sehingga akan menjadi celah untuk kebocoran anggaran.
“Dalam Hearing tersebut juga terungkap bahwa tidak ada data valid jumlah siswa miskin penerima bahkan DPRD dan inspektorat Tulungagung, tidak menerima data by name by adres yang seyogyanya bisa menjadi sarana pengawasan dengan sistem sampling, sehingga bisa disimpulkan tidak adanya pengawasan sama sekali apabila terjadi pengurangan volume penerima BSM tersebut,” pungkas Yoyok Nugroho.
Totok Ketua LSM CAKRA juga menyampaikan saat Hearing, adanya ketidak sesuaian.”Dalam jumlah kartu yang di cetak oleh pihak Bank Jatim Tulungagung dan jumlah penerima bantuan, kan ini menjadi kontradiktif,” tutur totok.
Supri anggota LSM CAKRA saat Hearing juga menyampaikan, nama-nama rekanan yang di tunjuk oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. (Mualimin/spjnews.id)
Editor: Herbil