spjnews.id | Jombang – Seperti yang di sampaikan Joko jubir pesantren kemarin bahwa Gus Beki (MSA) tidak kemana-mana, tetap berada di dalam Pondok Pesantren (Ponpes) Majmal Bahrain Hubbul Waton Minal Iman Syiddiqqiyah, dengan kondisi kurang enak badan. Pernyataan Jubir Ponpes tersebut sudah di sampaikan ke para awak media dan sudah menjadi bahan berita yang di terbitkan oleh beberapa media on line, cetak dan TV.
Hal tersebut sebenarnya bisa menjadi petunjuk bagi Polda Jatim untuk mengetahui keberadaan MSA saat ini.
Akan tetapi menjadi hal yang aneh ketika Tim Polda Jatim belum pernah sekali pun mencari keberadaan MSA di dalam Ponpes tiba-tiba menetapkan MSA atau Moch Subchi Azal Tsani, warga Desa Losari Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO), hal ini dinilai sangat terburu-buru.
Seperti yang disampaikan Deny Hariyatna, kuasa hukum MSA Jum’at (14-01-2022) saat diwawancarai sejumlah wartawan di dalam area Pondok Pesantren (Ponpes).
Menurutnya, penetapan DPO oleh Polda Jatim tidak mempunyai dasar yang kuat. Artinya, Seorang penyidik sebelum mengambil kesimpulan untuk menetapkan seseorang menjadi DPO harus berdasarkan fakta-fakta di lapangan.
Menurut Deny Hariyatna faktanya kliennya atau MSA berada di dalam Ponpes artinya tidak kemana-mana.
“Bagaimana pihak penyidik itu bisa menyimpulkan bahwa klien kami tidak ada. Kemarin ketika mereka datang kesini tidak mau masuk ke dalam pondok,” ujar Deny.
Deny Hariyatna juga menyampaikan, bahwa dirinya sempat menonton rekaman video yang menayangkan kedatangan Tim Polda Jatim ke Ponpes Shiddiqiyyah Ploso. Deny menuturkan, dalam tayangan vidio tersebut, tampak saat berada di depan pintu masuk Ponpes, penyidik sudah diminta masuk oleh pihak kemananan Ponpes.
Malah tim Polda tersebut bilang, “Oh jangan, saya nggak mau mengganggu ketenteraman bapak-bapak”, artinya memang Tim dari Polda sendiri yang tidak mau masuk.
Deny Hariyatna juga menambahkan bahwa Pimpinan Tim dari Polda tersenbut juga mengatakan ketika mau naik mobil, “kami hanya ingin menyampaikan surat panggilan untuk Mas Beki, kalau ada. kalau tidak ada, tidak apa-apa”, dari mana mereka bisa menyimpulkan bahwa MSA tidak ada di dalam Ponpes.
Masih menurut Deny, bahwa keputusan untuk menjadikan MSA DPO itu terlalu terburu-buru..
Keberadaan santri dan murid di area Ponpes saat ini, menurut Deny hanya sebagai upaya melakukan pertahanan pesantren. Mereka tidak ingin Ponpesnya dimasuki pihak-pihak dari luar pesantren.
Deny juga mengatakan, kedatangan pihak Polda Jatim ke Ponpes Shiddiqiyyah pada Kamis (13-01-2022) siang, untuk menyampaikan surat panggilan tahap dua. Sedangkan sebelumnya, kata Deny, pihaknya sudah melayangkan surat ke Polda Jatim agar pelimpahan tahap dua, ditunda terlebih dulu.
Lebih jelasnya Deny mengatakan alasan kami melayangkan surat penundaan atas pelimpahan tahap dua itu, karena mulai tanggal 12 Januari 2022 kemarin teman-teman di pesantren mebngadakan aksi. Kami juga sedang mengajukan praperadilan di PN Jombang.
“Kedatangan saya ke pesantren kali ini untuk bertemu Klien Saya, guna menyampaikan perkembangan upaya hukum yang kami lakukan. Yang diantaranya, adalah rencana sidang gugatan praperadilan, dan surat penundaan pelimpahan tahap dua ke Polda Jatim,” ungkap Deny.
Deny mengaku bisa bertemu dengan (MSA) atau kliennya dengan mudah di dalam Pesantren. “Artinya tidak benar bahwa (MSA) bersembunyi atau sulit di temui. Dengan begitu mestinya tidak perlu di-DPO-kan,” ujarnya.
Pihak Pengacara juga menegaskan, jika telah mendapat surat panggilan dari Pengadilan Negeri (PN) Jombang untuk sidang pertama pada hari Kamis, 20 Januari 2022 mendatang.
Tim pengacara (MSA) menyampaikan jadi sudah ada agendanya, ini juga untuk menepis berita-berita yang beredar bahwa permohonan kami ditolak.
“Ini kami luruskan kembali bahwa kami akan bersidang Praperadilan pada tanggal 20 Januari 2022,” pungkas Deny Hendriyatna. (Ratno/spjnews.id)