spjnews.net I Garut – Dalam situasi Covid – 19, muncul fakta mencatat dari jeritan masyarakat yang terlilit utang piutang. Penomena tersebut menunjukan bahwa masyarakat masih sangat jauh dari sejahtera perekonomiannya, sehingga secara terpaksa mereka meminjam kepada bank bank yang legalitasnya di pertanyakan.
Sebut saja Onen (nama samaran) yang sempat di wawancarai spjnews, Onen mengakui dirinya meminjam uang kesalah satu bank non resmi dengan alasan terdesak untuk permodalan usaha kecil kecilan, ” Pak abdi nambut artos teh sanes kanggo poya poya, tapi kanggo modal, biasanamah mayar teh lancar tapi berhubung nuju wabah corona usaha abdi teu jalan, janten bujeng bujeng kanggo mayar kanggo tuang sadidinten ge sesah ” ungkapnya, Senin (06/04/20)
Diakuinya, untuk mendapatkan pinjaman harus di bentuk dulu kelompok, dimana satu anggota mendapat pinjaman pareatif dari mulai satu juta hingga sepuluh juta, adapun cicilan dilakukan seminggu sekali, ” Abdi nambut dua juta katampinamah heuteu sakitu, salami satauneun cicilanan Lima puluh rebu saminggon, jelasnya.
Mencuatnya para rentenir di Garut menurut Aktivis Muda Garut Asep Nurjaman, katanya, ” Kalau bank bank Emok atau katakan rentenir tidak memaklumi kondisi saat ini, itu sungguh keterlaluan “, dimana masyarakat sedang waswas dikarenakan covid – 19, malah ini sibuk dengan urusan untung rugi, padahal yang namanya usaha untung rugi adalah hal biasa, kalau bank bank barbau rentenir masih tidak memahami, Pemerintah segera bertindak tutup saja usaha pengelolaan keuangannya, malah ini mah terkesan di biarkan, tegas Asep.
Jadi walaupun masalah utang di tanggung Pemkab Garut, katanya mau dibayar diselesaikan dengan menggunakan anggaran APBD, kemungkinan bukan langkah tepat, karena APBD bukan milik sekelompok orang yang memiliki beban ke bank rentenir. Sehingga akan terjadi diskriminasi pemanfaatan APBD, ujarnya.
Dalam situasi sekarang yang harus diselamatkan adalah keselamatan jiwa dan keselamatan ekonomi rakyat. Karena kepala Daerah harus hati-hati dalam menggunakan APBD itu adalah uang seluruh masyarakat Garut. Ungkapnya
Pemkab Garut harus mengkaji secara matang terkait rencana pemberian bantuan sebesar Rp. 1 juta untuk setiap warga yang mempunyai piutang kepada bank emok atau rentenir.
Untuk itu kami minta kepada Bupati Garut Bapak Rudy Gunawan untuk
mengkaji utangnya apa produktif (Modal Usaha) atau Konsumtif. Mohon dikaji bantuan hutang masyarakat ke bank emok atau rentenir, justru nantinya akan menimbukan polemik dan terpecahnya kerukunan masyarakat karena yang satu dapat yang lain tidak, padahal lanjut Asep, sama sama punya utang ke bank emok. Ini betul betul kebijakan yang kurang tepat, semestinya dilihat dulu kondisi riil di masyarakat seperti apa ?
Sambung Asep, daripada uangnya dipakai untuk bayar hutang lebih baik dipakai untuk menunjang perekonomian masyarakat. Dan juga harusnya pemerintah menekan bank emok untuk membebaskan cicilan hutang masyarakat atau menunda pembayaran cicilan sampai pandemi corona selesai, ucapnya.
Selanjutnya, ada banyak kemungkinan bahwa kebijakan ini menimbulkan distorsi, bahkan sangat berpotensi terjadinya penyimpangan diantaranya :
Menentukan masyarakat yang layak dan menenuhi syarat utk ditanggulangi, karena dinilai sebagai korban bank emok atau rentenir. Siapa yg berewenang memvalidasi dan memverifikasi kebenaran data peserta bank emok dimaksud ? Jangan-jangan daftar yang ada , hanya berupa daftar sejumlah nama kolega, atau orang yang diada-ada. Bahkan orang dekat pihak tertentu.Pembayaran atas beban bank emok, sama halnya dengan pemda melegalisir keberadaan bank-bank gelap/rentenir, yang selama ini keberadaan praktek rentenir sebagai penyakit masyarakat yang harus dihilangkan.
Maka dari pada itu, Bupati Garut harus hati hati kelola APBD itu adalah uang rakyat Garut, bukan milik sekelompok orang tapi milik seluruh masyarakat Garut, pungkas Asep. Ajang Pendi/spjnews. Editor : Ikmal Daper








